Kiye guyonan sara, rika jangan
marah, ya ?
Seorang Kyai bersohib ria dengan
Pastur. Saking akrabnya, mereka sering saling meledek dengan guyonan yang
nyrempet2 SARA.
Satu hari mereka berdua berjalan
bareng mau ngebis guna menghadiri slametan hari jadi kabupaten. Setelah
menunggu beberapa saat, datanglah bis "Maju Makmur" yang dinanti.
Mereka naik dan dapet tempat di kursi paling belakang.
Ketika bis berjalan, Pak Kyai
mengucap : "Bismillah.." Sohibnya nyeletuk : "Ini bis Maju
Makmur, Mas. Bukan Bis Milah." Pak Kyai cuma mesam mesem.
Di perjalanan, hujan turun teramat
deras. Tiba2 ada kilat menyambar diikuti suara guruh menggeledek. Pak Pastur
secara spontan berucap : "Haleluyaaa .." Ujug2 sohibnya nyeletuk :
"Itu halilintar, Kang. Bukan Haleluya." Sekarang giliran Pak Pastur
yang mesam mesem.
Di hari yang lain, dalam rangka
ber-olah-raga, pak Pastur dan Pak Kyai bersepeda sehat. Mula2 mereka bersepeda
beriringan dengan santai. Ngobrol soal cuaca, gerhana matahari dan banyak hal.
Lama-lama, sepeda Pak Kyai lebih cepat dan makin cepat.
Pak Pastur ketinggalan dan gemes
hatinya. Sepedanya dikebut, lalu didahuluinya Pak Kyai. Sambil menyalip Beliau member
aba-aba agar sohibnya tak kaget. Serunya : “Langgaar !” Pak Kyai rada geli,
mengira sohibnya meledek dengan mengatakan “langgar”. Dalam bahasa Jawa, “langgar”
adalah masjid kecil atau mushola.
Pak Kyai memutar otak, mencara
bahan untuk membalas. Lalu sepedanya dikebut, hingga mendahului sohibnya. Pak
Kyai member aba2 sambil ketawa : “Saliiib !” Tentu saja Pak Pastur baru sadar
kalau sohibnya, kali ini mengecenya.
Lalu mereka berpacu dan saling
mendahului. Ramai suara aba2, silih berganti : “ Langgar ! Salib ! Langgar ! Salib
!” Tapi tenaga manusia ada batasnya. Suara mereka main lemah. Tanpa2 aba,
mereka kompak untuk berhenti, sambil beritirohat, dengan napas ngos2an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar