Jumat, 13 November 2015

DEBAT GOBLOG JAMAN BOCAH



Ketika saya masih anak2. Pergaulan saya dengan anak tetangga, teman sekolah yang ber-beda2 agamanya. Saya masih plin plan. Islam tapi ndak sholat dan alergi lihat orang pria sarungan atawa ibu2 berjilbab. Itu model ndesit ala wong ndesa dari Kaliwungu atau nDemak. Kami, anak2 sering berdebat soal agama. Padahal kami sama2 masih plin plan.

Teman2 yang Nasrani mendebat : "Kae lho wong arab, asal muasal negara Islam, biasane wong e pelit tur rada saru. Sukaknya gituan. Kuwi merga manuke wong arab kan terkenal gedhe dawa. Mulane bojone papat. Nek bojone siji bisa brodhol jeroane. Ibarate sopir truck gandeng nyetir mobil Suzuki Mini Pikap Trunthung."

Nuk ada lagi debat tentang makanan halal. Bagi muslim, daging babi haram dimaem. Teman2 meledekku dengan kata2 : "Ya, lebih baik makan daging babi bolehnye beli di pasar mBulu daripada makan daging kambing curian.". Saya njuk mak cep klakep ndak bisa menjawab, walau ada sesuatu yang terasa ganjil dalam ledekan teman2ku itu.

Setelah rada bisa merenung, saya dapet jawaban soal Manuk Gede, Bojo Papat dan Daging Kambing Curian. Soal Manuk Gede, uraian ilmiahnya gini, nek wong Jawa awake ming 60 kg, tinggi 160 cm, sedang wong arab bisa berbobot 95 kg dengan tinggi 185 cm. Mesti wae manuke luwih gedhe lan dawa.

Soal bojo papat jebul ada aspek historis dan kependudukan. Aspek historisnya, duluuu sebelum ada agama Islam. Orang arab bojone tak terhitung, bisa 10 bisa 20, sak karepe lan sakuate boyok lan duwite. Bareng ana agama Islam, njuk dibatesi maksimal mbing papat dengan syarat berat. Dadi, semangate iku mengurangi, bukan menambah porsi.  Nabi Sulaiman as, walau bukan orang arab, tapi etnis Yahudi, jugak  seorang raja diraja, konon bojone ada 200. (Lho, King Solomen, nabiku, jebul kok poligami, kaya wong Islam ?)

Masih seputar soal Bojo Papat, jebul ada juga alasan ilmiah dari aspek kependudukan. Data statistik menunjukkan, bahwa penduduk dunia ini sekarang didominasi oleh kaum wanita. Nek sak pria dapet 1 wanita, isih turah banyak wanita jomblo. Njuk solusine yang bisa ditempuh bagaimana ? 

  1. Bisa ber-poligami secara sah, punya keluarga yang legal, melahirkan anak ber-akte kelahiran yang mendapat nasab yang jelas, mendapat hak waris yang jelas pula. 
  2. Bisa selingkuh, wanita jomblo diperdaya pria beristri agar mau jadi pacarnya. Dapet enak2an walau tak resmi, jadi simpenan, anaknya ndak bisa dapet akte apalagi hak waris.
  3. Atawa bisa juga pakai cara kawin cerai. Pria donyuan, habis ngawini cewek A, lalu cerai ganti menikahi cewek B, C dst. dapet jatah berkeluarga walau hanya sementara waktu (part-time).
Semua wanita dapet bagian, memperoleh pasangan, walau ada yang secara part-time. Tapi kira2, dari ketiga pilihan ganda itu, mana yang paling beradab ?

Njuk bab Daging Kambing Curian, atawa kambing colongan akan lebih logis bila dibandingkan dengan babi curian. Daging babi hasil beli di pasar mBulu, akan adil bila dibandingkan dengan kambing yang juga beli di pasar mBulu.

Sekarang ini muncul banyak posting yang senada dengan rumus kambing dan babi. Kata mereka : "Lebih baik dipimpin oleh seorang yang kafir tapi jujur daripada dipimpin oleh sesama muslim tapi korupsi. " Sebaiknya Kafir yang jujur dan tak korupsi disandingkan dengan muslim yang juga jujur dan tak korupsi. Koruptor muslim diperbandingkan dengan koruptor kafir. Oh, iya, makna kafir adalah bukan kriminal. Kafir itu, orang yang tak percaya pada sesuatu keyakinan. Bagi teman yang beragama X, maka gue yang beragama Y adalah kafir. Lha aku meh disebut kafir oleh mereka, yo rapopo..

Sebuah catatan kecil saya dapat bolehnya mbrowsing di gugel, tentang agama pemimpin dan agama yang dipimpin.
  1. Di Iran, konon seorang pemimpin kudu Syiah. Sunni ? No way !
  2. Di negara barat, muslim amat sulit untuk jadi pimpinan. Karena mayoritasnya beragama Nasrani, maka pemimpinnya akan lebih smooth bila juga seorang Nasrani.
  3. Di India, pemimpinnya so pasti beragama Hindu.Ndak buleh seorang muslim brani2 ikut kampanye Calon Pemimpin.
  4. Lha nek di Indonesia ? Atas nama demokrasi, toleransi dan rikuh pekewuh, semua insan nusantara, kaum nasionalis akan berprotes : "Oom, toleransi, Oom ! Ora kudu se agama. Sing penting jujur, ora kurupsi. Kapir yo ben.Aja ngunu, ndak kudu se agama, ndak harus se etnis. Kuwi dudu demokrasi, Oom, ning kuwi SARA."
Jadi, kudu demokrasi ?
Padahal azas demokrasi = azas mayoritas.
Piye, jal ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar